Tugas Pengantar Bisnis : Kebijakan PSO terhadap kinerja PT. Pos Indonesia (Persero)



 1.   Pengertian
      Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Salah satu instrumen pengeluaran dalam hal ini adalah kebijakan subsidi.
    
  Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi. Setiap tahun pemerintah menanggung beban subsidi yang cenderung meningkat. Apalagi semenjak krisis ekonomi tahun 1997. Dalam APBN tahun 2007, pemerintah mengalokasikan dana untuk subsidi sebesar Rp 103,9 trilyun termasuk bantuan pemerintah kepada BUMN atau swasta dalam usaha peningkatan pelayanan umum (PSO). Secara umum subsidi dalam APBN 2007 dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu jenis subsidi yaitu (i) Subsidi Energi dan (ii) Subsidi non BBM. Subsidi Energi ditujukan untuk menstabilkan harga BBM. Sedangkan subsidi non BBM terdiri atas subsidi listrik, subsidi pangan (Raskin); subsidi pupuk; subsidi benih; subsidi kredit program dan subsidi Public Service Obligation (PSO).
      PSO adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan BUMN/swasta dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produk/jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (publik).
      Ada perbedaan pengertian antara PSO dan subsidi. Walaupun PSO yang kita kenal dalam APBN merupakan bagian dari belanja subsidi. Subsidi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas/perbedaan harga pasar dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin.

Dasar hukum PSO adalah Undang-Undang RI No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tersebut, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak visibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan.
Dalam hal ini, terdapat intervensi politik dalam penetapan harga.

      Pemberian subsidi dalam rangka penugasan pelayanan umum yang sesuai dengan UU BUMN baru diberikan sejak tahun 2004. Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan komunikasi, seperti PT Kereta Api (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi, PT  Pos Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa pos pada kantor cabang luar kota dan daerah terpencil, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan laut kelas ekonomi, dan PT TVRI (Persero) antara lain untuk program penyiaran publik.

      Sebelum TA 2004, subsidi/bantuan dalam rangka penugasan tersebut dianggarkan dalam pos pengeluaran rutin lainnya. Subsidi/bantuan PSO ini pada TA 2004 adalah sebesar Rp 700,66 miliar, pada TA 2005 meningkat menjadi Rp 819,1 miliar (termasuk untuk TVRI sebesar 143,58 miliar), pada TA 2006 meningkat menjadi sebesar Rp 1.215,0 miliar (tidak termasuk TVRI karena dimasukkan dalam anggaran lain-lain). Sedangkan pada TA 2007 dianggarkan menjadi sebesar Rp 950,0 miliar, adapun kebijakan dalam pemberian bantuan/subsidi PSO tersebut yaitu besaran subsidi/bantuan PSO tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.
 
2.   PSO PT. Pos Indonesia (Persero)
     
      Selama ini pengaturan kewajiban pelayanan umum pos telah diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 68 Tahun 2004. Kewajiban pelayanan umum yang lebih populer dengan istilah layanan pos universal ini merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin terselenggaranya layanan pos jenis tertentu, sehingga memungkinkan masyarakat mengirim dan/atau menerima kiriman dari satu tempat ke tempat lain di dunia. Namun dalam perkembangannya, Keputusan Menteri tersebut perlu direvisi karena telah terjadi multi tafsir dari pemeriksa (sewaktu PT Pos Indonesia diaudit) mengenai perhitungan besaran subsidi PSO. Pihak pemeriksa berpendapat, bahwa besaran PSO dihitung dari prosentase besaran pendapatan penugasan dibandingkan dengan total pendapatan kemudian dikalikan biaya. Di samping itu, batasan biaya dan pendapatan yang diperhitungkan dalam pemberian subsidi tidak tegas.

      Secara umum, pelayanan service obligation layanan pos ini pada dasarnya dilatar-belakangi oleh amanat Kongres UPU tahun 1999 dan juga 2004 yang antara lain menyebutkan, bahwa layanan jasa pos bersifat universal dan tiap negara wajib menyelenggarakan sebagai perwujudan dari hak berkomunikasi. Amanat kedua Kongres tersebut juga ditujukan untuk menjamin masyarakat dapat mengirim dan atau menerima berita sampai berat 2000 gram dan barang sampai 20 kg dari satu titik ke titik lainnya di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos antara lain menyebutkan beberapa hal yang terkait dengan layanan pos universal, yaitu:
      1.   Pemerintah wajib menjamin terselenggaranya layanan pos universal di seluruh wilayah NKRI.
      2.   Wilayah Layanan Pos Universal yang disubsidi ditetapkan oleh Menteri.
      3.   Layanan Pos Universal terdiri dari: surat, kartu pos, barang cetakan, dan bungkusan kecil (surat berisi barang) sampai dengan 2 kilogram; sekogram sampai dengan 7 kilogram; barang cetakan yang dikirim dalam kantong khusus yang ditujukan untuk penerima dengan alamat yang sama dengan berat sampai dengan 30 kilogram ( M-bag ); paket pos dengan berat sampai dengan 20 kilogram.

3.   Dampak PSO terhadap Pos Indonesia
      a.   Secara umum Pos Indonesia terbantu dengan adanya dana PSO yang dikucurkan oleh pemerintah. Namun demikian realisasi kucuran dana PSO yang diajukan Pos Indonesia kepada pemerintah tidak sesuai dengan ekspektasi. Sebagai contoh untuk tahun 2011 Pos Indonesia memperoleh Rp 257 miliar dari ajuan sebesar Rp 282 miliar (terdapat margin Rp 25 miliar). Sejak tahun 2003 hingga 2011 terakumulasi margin Rp 367 miliar.
      b.   Minimnya subsidi tersebut mengakibatkan investasi pengembangan bisnis tertunda. Salah satunya adalah rencana pemisahan (spin off) unit bisnis kargo guna memaksimalkan keuntungan dari sektor tersebut.
      c.   Kurangnya modal tersebut menyebabkan gagalnya rencana go public melalui IPO (Initial Public Offering) di tahun 2013. Alasannya Total aset Pos Indonesia berdasarkan nilai market saat ini sebesar Rp 5 Triliun (aset tetap) berimbas pada beban pajak yang membengkak. Dalam hal ini pemerintah melalui Kementerian BUMN menolak ajuan PMN Pos Indonesia Rp 873 miliar.

      Langkah startegic yang dilaksanakan perihal permasalahan di atas :
      1.   Perbaikan Infrastruktur Fisik melalui renovasi kantor pos, perubahan interior ruangan dan front liner officer seperti konsep bank dan penggantian kendaraan dinas yang sudah uzur.. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kepercayaan diri para pegawai sekaligus sinyal kepada pihak luar bahwa Pos Indonesia telah berbenah.
      2.   Perbaikan Infrastruktur Virtual melalui pemasangan jaringan internet di 3.814 kantor pos di seluruh Indonesia untuk mendukung basis data dan pelayanan paket pengiriman seperti Pos Express, Parcel, Admail dan Express Mail Service.
      3.   Membidik Pasar Pengiriman Surat Corporate, selagi pengiriman surat personal menurun tajam. Hal ini terbukti mendongkrak pertumbuhan jasa surat sekitar 16 persen pada Tahun 2011.
      4.   Melebarkan jaringan ke berbagai bisnis, antara lain :
            a.   PT Pos Logistik Indonesia : bisnis logistic dengan ruang lingkup warehousing, freight forwarding, regulated agent, dan distribusi untuk memanfaatkan gudang pos yang kini banyak menganggur.
            b.   PT Pos Jasa Keuangan Indonesia : bekerjasama dengan Western Union dalam jasa pengiriman uang.
            c.   Pospay : menerima pembayaran tagihan listrik, telepon, air bersih, pajak, zakat, hingga sedekah. Cicilan kartu kredit, kredit kendaraan bermotor dan rumah, asuransi, serta pinjaman pribadi
            d.   PT Pos Properti Indonesia : membangun 2 hotel di Bandung dan museum pos

            Dampak nyata dari kegiatan tersebut cukup berarti terbukti pada Agustus 2012 lalu Pos Indonesia berhasil membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp 211.04 Miliar dan nilai utang hanya Rp 100 Miliar. Selain itu kini Pos Indonesia telah mengantongi 4 sertifikat ISO, yang menjadi salah satu bukti mulai diakuinya manajemen mutu dan pelayanannya.

      Sumber :
a.       http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/02/27/pos-indonesia-tetap-survive-walaupun-diabaikan-pemerintah-532682.html
b.      http://web.postel.go.id/update/id/baca_info.asp?id_info=1438

Komentar

Postingan Populer